[Opini] Psikiater


[Impian lama yang sia-sia?]

Ga penting juga sih ya dunia tau cita-cita lama aku. Dari SMP, aku mau jadi Psikiater! Ga banyak berubah hingga menjelang kuliah, ingin jadi dokter speaialis kejiwaan. Tapi kalau untuk meraihnya, seharusnya aku menguasai seluruh bab mapel eksakta, tidak picky. Hahahah. Gapapa. Aku pun telah jatuh cinta dengan Kimia Tekstil, walau IPK-nya ga bagus-bagus amat :v.

Tapi psikiater bagiku itu awesome! Soalnya, pada akhirnya, kelainan jiwa itu memang banyak disebabkan oleh kondisi fisiknya yang ga beres. Bisa karena otaknya, mutasi gen, hormonalnya, dan faktor-faktor lain yang butuh prosedur medis.

Melihat fenomena LGBT kali ini pun menunjukkan butuhnya negeri ini akan psikiater

, karena bisa saja ada hal medis yang memicu (dibarengi dengan konsultasi ke ustadz yang tepat tentunya). Waktu acara ILC suatu ketika, aku kagum dengan tamu psikiater islami yang didatangkan. Beliau menegaskan LGBT adalah gangguan jiwa yang harus disembuhkan. Fobia, kleptomania, psikopat, adalah contoh-contoh kelainan jiwa yang MENYIMPANG. Tapi bukan berarti tidak bisa disembuhkan kan? Itulah kenapa ada profesi dokter jiwa.

Percayalah, emosi dan jiwa bisa juga rusak karena memang tubuhnya ga beres. Kebanjiran hormon yang terjadi pada otak orang bipolar misalnya. Di Amerika obat bipolar tergolong obat laris. Mungkin modernisasi dan kecepatan laju era menyebabkan amplitudo ayunan emosi masyarakat modern menjadi melebar.

Cuman stigma orang-orang kita masih aneh kalau masih ‘normal’ ke psikiater. Padahal, contoh, ketika tsunami Aceh terjadi, banyak relawan psikiater dan psikolog diterjunkan demi memulihkan kejiwaan korban selamat, terutama anak-anak. Di kalangan dokter, psikiater tuh kayak ‘lahan kering’. Dikit psikiater di Indonesia.

Ada pun kerabatku, beliau seorang psikiater. Ingin sekali aku berguru padanya. Tapi ia menyandang gelar almarhum saat aku kecil karena penyakitnya. Sehingga aku tak berkesempatan untuk banyak bertanya dengan almarhum :’).

Kayaknya sedih kalau ingat tak mencapai impian itu. Gapapa. Temenku bilang “malah buruk kalau tidak punya impian”. Dan Soekarno pun pernah bilang, “bermimpilah setinggi langit, kalaupun jatuh, minimal kita menyangkut di bintang”.

Salah satu penyebab aku ingin jadi psikiater ada film A Beautiful Mind. Papa membelinya dulu saat aku kecil dan membuatku tahu tentang kisah nyata seorang Jonh Forbes Nash, seorang cerdas peraih Nobel Ekonomi yang menderita penyakit jiwa selama karirnya. Yang equilibrium-nya masih digunakan hingga kini. Banyak orang cerdas, namun membutuhkan pertolongan dokter jiwa. Bukan salah mereka? Tapi memang takdirlah yang menetapkan mereka menerima cobaan itu. Cobaan setiap orang beda-beda kan?

Btw, anakku minat jadi psikiater ga ya? Haha

@30haribercerita #30haribercerita #30hbc1811

Leave a comment